BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam segala peristiwa
dan sejarah para nabi yang diutus oleh Allah swt. hanya untuk melaksanakan
perintahnya menyembah Allah swt. Dan tiada Tuhan Yang Maha Esa dan patut dipuji
selain Nya. Didalam Al-Quran, banyak terdapat peristiwa penting serta
sejarah-sejarah para nabi terdahulu. Sebagai penambahan ilmu pengetahuan agama,
makalah ini dibuat berdasarkan dengan materi yang telah ditentukan dan juga,
dalam aspek kehidupan manusia terdapat pedoman-pedoman hidup mereka agar
tercapai keselaran antara didunia dan diakhirat.
Dalam keselarasan dari
terciptanya nabi Adam as. sampai nabi yang terakhir yaitu Muhammad saw.,
terdapat 25 nabi yang patut kita ketahui, tapi hanya empat nabi yang mendapat wahyu
dari Allah swt., seperti nabi Musa as. mendapatkan kitab Taurat, Nabi Daud as.
mendapatkan kitab Zabur, dan Nabi Isa as. mendapatkan kitab Injil, dan nabi
akhirul zaman yaitu nabi Muhammad saw. dengan kitab sucinya Al-Quran dan ditambah lagi dengan perilaku yang terpujinya
disebutkan dari berbagai hadis s}ah}i>h}.
Oleh karena itu,
pemakalah bermaksud membahas sekilas tentang kisah nabi Daud dengan judul Kisah
Nabi Daud.
B.
Rumusan Masalah
Dari paparan dalam
latar belakang diatas, pemakalah akan mengangkat beberapa rumusan masalah,
antaralain ;
1.
Bagaimanakah
kisah Nabi Daud dalam pandangan Al-Qur’an dan Hadis ?
2.
Bagaimanakah
kisah Nabi Daud dalam pandangan Alkitab?
BAB
II
PEMBAHASAN
1. Daud dalam Al-Quran dan Hadis
Al
Quran dikenal sebagai kitab suci umat Islam, didalamnya tercakup tentang hal-hal yang bersangkutan
dengan ketauhidan, syari’at islam, fiqh dan juga berbagai kisah yang telah
terjadi, sedang terjadi dan yang akan terjadi. Dalam agama Islam, Daud adalah
nabi yang ke-17 dari 25 nabi yang wajib dipercayai. Beliau adalah Daud bin
Yisya,[1] seorang dari tiga belas bersaudara turunan ketiga belas
dari Nabi Ibrahim a.s. Ia tinggal bermukim di kota Baitlehem, kota kelahiran
Nabi Isa a.s. bersama ayah dan tiga belas saudaranya. Masa kecilnya dihabiskan dengan
mengembala.[2] Dalam masa hidupnya, Allah swt. memberikan banyak
kelebihan kepada beliau.
a.
Mukjizat Nabi
Daud as.
Allah SWT menurunkan kitab Zabur bagi Nabi Daud AS. Sebagaimana
yang dijelaskan dalam al-Quran ;
y7/uur ÞOn=ôãr& `yJÎ/
Îû
ÏNºuq»yJ¡¡9$#
ÇÚöF{$#ur 3
ôs)s9ur $uZù=Òsù
uÙ÷èt/ z`¿ÍhÎ;¨Y9$#
4n?tã <Ù÷èt/ (
$oY÷s?#uäur y¼ãr#y #Yqç/y ÇÎÎÈ
Terjemahannya
: Dan Tuhan-mu lebih mengetahui siapa yang (ada) di langit dan di bumi. dan
Sesungguhnya telah Kami lebihkan sebagian nabi-nabi itu atas sebagian (yang
lain), dan Kami berikan Zabur kepada Daud. (QS. Al-Isra>’ : 55)
NèdqãBtygsù
ÂcøÎ*Î/ «!$# @tFs%ur ß¼ãr#y Vqä9%y` çm9s?#uäur ª!$# ù=ßJø9$# spyJò6Ïtø:$#ur ¼çmyJ¯=tãur
$£JÏB
âä!$t±o 3
wöqs9ur ßìøùy «!$# }¨$¨Y9$# OßgÒ÷èt/
<Ù÷èt7Î/ ÏNy|¡xÿ©9 ÙßöF{$# £`Å6»s9ur
©!$# rè
@@ôÒsù n?tã
úüÏJn=»yèø9$# ÇËÎÊÈ
Terjemahannya
: Mereka (tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan
(dalam peperangan itu) Daud membunuh Jalut, kemudian Allah memberikan kepadanya
(Daud) pemerintahan dan hikmah[3]
(sesudah meninggalnya Thalut) dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya.
seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian umat manusia dengan
sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. tetapi Allah mempunyai karunia
(yang dicurahkan) atas semesta alam.
Adapun dalam hadis, sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Abu Hurayrah ra. Menceritakan dari Nabi saw. bersabda. “Telah
dimudahkan Nabi Dawd dalam membaca al-Qur’an (Kitab Zabur). Ia pernah
memerintahkan agar pelana hewan-hewan tunggangannya disiapkan. Maka, ia selesai
membaca Kitab sebelum pelana hewan tungganan disiapkan. Dan ia tidak memakan
sesuatu kecuali dari hasil keringatnya. (HR. Bukhari)[4]
Selain Zabur, keistimewaan Nabi Daud AS lainnya adalah
setiap pagi dan senja gunung-gunung bertasbih atas perintah Allah SWT mengikuti
tasbihnya. Nabi Daud AS juga memahami bahasa burung-burung. Binatang juga
mengikuti tasbih Nabi Daud AS. Keistimewaannya dalam beribadah ini diterangkan
dalam surat Shâd: 17-19 dan Saba': 10.
* ôs)s9ur $oY÷s?#uä y¼ãr#y $¨ZÏB
WxôÒsù (
ãA$t7Éf»t Î1Íirr& ¼çmyètB
uö©Ü9$#ur
(
$¨Ys9r&ur
çms9 yÏptø:$#
ÇÊÉÈ
Terjemahannya
: Dan Sesungguhnya telah Kami berikan kepada Daud kurnia dari kami. (kami
berfirman): "Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah
berulang-ulang bersama Daud", dan Kami telah melunakkan besi untuknya,
(QS. Al-Saba’ : 10)
Allah Ta`ala mengabarkan tentang
kenikmatan yang diberikan-Nya kepada hamba dan Rasul-Nya, Dawud –semoga
shalawat dan salam untuknya- dengan diberikannya keutamaan yang nyata dan
dihimpunkan kepadanya kenabian dan kerajaan yang kokoh, tentara yang berjumlah
besar dengan peralatan yang lengkap. Serta apa yang diberikan-Nya dan
dianugerahkan-Nya berupa suara yang indah, di mana jika dia bertasbih, maka
bertasbihlah bersamanya gunung-gunung yang kokoh, berhentilah burung-burung
yang beterbangan untuk mendengarkan dan turut serta bertasbih dengan berbagai
ragam bahasa.
Di dalam hadits shahih dijelaskan,
bahwa Rasulullah mendengar suara Abu Musa al-Asy`ari saat membaca al-Quran di
waktu malam, lalu beliau berhenti untuk mendengarkan bacaannya. Kemudian beliau
berkata :
“Sungguh dia telah diberikan salah satu
seruling, di antara seruling-seruling keluarga Dawud.”
Makna firman Allah, yaitu bertasbihlah. Itulah yang
dikatakan oleh Ibnu `Abbas, Mujahid dan selain keduanya.Karena menurut bahasa adalah berulang-ulang.
Maka gunung-gunung dan burung-burung diperintahkan untuk berulang-ulang
(bertasbih) bersamanya dengan suara mereka.
Firman Allah “Dan kami telah
melunakkan besi untuknya.” Al-Hasan al-Bashri, Qatadah, al-A`masy dan
selain mereka berkata : “Dia tidak perlu memasukkannya ke dalam api dan
tidak perlu ditempa dengan kapak besi, bahkan dia cukup mengurai dengan tangan
bagaikan mengurai benang.”
Untuk itu Allah Ta`ala berfirman, “(Yaitu)
buatlah baju besi yang besar-besar.” Yaitu baju perang. Qatadah berkata : “Beliau
adalah manusia pertama yang membuatnya.” Padahal sebelumnya berbentuk
lempengan besi. “Dan ukurlah anyamannya.” ini adalah pengarahan dari
Allah kepada Nabi-Nya, Dawud mengajarkan tentang membuat baju besi.
Mujahid berkata tentang firman Allah
Ta`ala, “Dan ukurlah anyamannya.” “Janganlah engkau pukul paku itu, sehingga
membengkokkan lingkaran dan jangan kasar-kasar, sehingga menghancurkannya, dan
buatlah dengan ukuran. Demikian yang diriwayatkan dari Qatadah dan
selainnya.
Ali bin Abi Thalhah berkata dari Ibnu
`Abbas : “As-sard adalah lingkaran besi.” Sebagian mereka berkata : “Dikatakan
dir`u masrudah (lingkarannya), jika berpaku.” Hal tersebut dibuktikan oleh
perkataan seorang penyair :
Keduanya memakai dua baju besi yang
diselesaikan oleh Dawud, dan dia pun membuat baju besi lainnya yang
besar-besar.
Dan firman Allah Ta`ala, “Dan
kerjakanlah amalan yang shalih.” Yaitu, karena nikmat-nikmat yang diberikan
oleh Allah kepada kalian. “Sesungguhnya Aku melihat apa yang kamu kerjakan.”
Yaitu, Maha Mengawasi kalian serta Maha Melihat amal-amal dan perkataan kalian.
Tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari-Ku.[5]
÷É9ô¹$#
4n?tã $tB
tbqä9qà)t öä.ø$#ur $tRyö7tã
y¼ãr#y #s
Ï÷F{$# (
ÿ¼çm¯RÎ) ë>#¨rr&
ÇÊÐÈ $¯RÎ)
$tRö¤y
tA$t7Ågø:$#
¼çmyètB
z`ósÎm7|¡ç
ÄcÓÅ´yèø9$$Î/
É-#uõ°M}$#ur
ÇÊÑÈ uö©Ü9$#ur
Zouqà±øtxC
(
@@ä. ÿ¼ã&©! Ò>#¨rr&
ÇÊÒÈ
Terjemahannya
: Bersabarlah atas segala apa yang mereka katakan; dan ingatlah hamba Kami Daud
yang mempunyai kekuatan; Sesungguhnya Dia Amat taat (kepada Tuhan).
Sesungguhnya Kami menundukkan gunung-gunung untuk bertasbih bersama Dia (Daud)
di waktu petang dan pagi. Dan (kami tundukkan pula) burung-burung dalam Keadaan
terkumpul. masing-masingnya Amat taat kepada Allah. (QS. Al-S{a>d : 17-19)
Firman Allah, “Sesungguhnya Kami menundukkan gunung-gunung untuk bertasbih
bersamanya (Dawud) di waktu petang dan pagi.” Yaitu, bahwasanya Allah
Ta`ala menundukkan gunung-gunung untuk bertasbih bersamanya ketika terbit
matahari dan di akhir siang. Sebagaimana Allah berfirman, “Hai gunung-gunung
dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Dawud.” (QS. Saba`:
10). Demikian pula dengan burung-burung yang bertasbih bersama tasbihnya, dan
bersenandung dengan senandungnya. Jika burung yang terbang di udara melewati
beliau yang sedang menyenandungkan Zabur lalu dia mendengarnya, maka dia tidak
mau pergi, dia tetap berada di udara dan bertasbih bersamanya. Sedangkan
gunung-gunung yang kokoh ikut serta bersenandung dan bertasbih bersamanya.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa telah
sampai berita kepada Ibnu `Abbas, Ummu Hani menceritakan, pada saat Fat-h
(pembebasan) Makkah, Rasulullah melakukan shalat Dhuha delapan rakaat. Lalu
Ibnu `Abbas berkata : Aku mengira bahwa pada saat ini ada waktu shalat, Allah
berfirman, “Untuk bertasbih bersamanya (Dawud) di waktu petang dan pagi.”
Kemudian dia meriwayatkan hadits dari
Sa`id bin Abi `Arubah, dari Abul Mutawakkil, dari Ayyub bin Shafwan, dari
maulanya `Abdullah bin al-Harits bin Naufal, bahwa Ibnu `Abbas tidak melakukan
shalat Dhuha, dia berkata : Aku membawanya masuk menemui Ummu Hani, lalu aku
berkata : Beritahukanlah orang ini apa yang telah engkau kabarkan kepadaku.”
Dia berkata : “Pada Fat-hu Makkah, Rasulullah masuk menemuiku di rumahku.
Kemudian beliau memerintahkan agar mengambil air yang dituankan di sebuah
bejana. Kemudian beliau meminta sehelai kain untuk menghalangi antara aku
dengannya, lalu beliau mandi. Kemudian, beliau membersihkan bagian sudut rumah.
Lalu beliau shalat delapan rakaat, dan itu termasuk shalat Dhuha, yaitu
berdiri, ruku, sujud dan duduknya hamper sama.” Lalu Ibnu `Abbas keluar sambil
berkata : “Aku telah membaca ayat-ayat yang berada di antara dua lauh, aku
tidak mengenal shalat Dhuha kecuali sekarang. “Untuk bertasbih bersama dia
(Dawud) di waktu petang dan pagi.” Dahulu aku mengatakan : “Mana dalil
shalat isyraq?” Lalu sekarang dia berpendapat adanya shalat Isyraq.
Untuk itu Allah berfirman, “Dan
(Kami tundukkan pula) burung-burung,“ dalam keadaan tertahan di udara. “Masing-masingnya
amat taat kepada Allah.” Yaitu, amat taat bertasbih mengikutinya.
Sa`id bin Jubair, Qatadah dan Malik
berkata dari Zaid bin Aslam dan Ibnu Zaid : “Masing-masingnya amat taat kepada
Allah.” Yaitu, amat patuh.”
Dan firman Allah Ta`ala, “Dan Kami
kuatkan kerajaannya,” yaitu, Kami jadikan untuknya kerajaan yang sempurna
dari seluruh apa yang dibutuhkan oleh para raja.
Firman Allah Jalla wa `Alaa, “Dan Kami berikan kepadanya hikmah.”
Mujahid berkata: “ Yaitu pemahaman, akal fikiran dan kepandaian.” Qatadah
berkata : “(Yaitu) Kitab Allah dan mengikuti isinya.” As-Suddi berkata :
“yaitu, kenabian.”
Dan firman Allah, “Dan kebijakasanaan
dalam menyelesaikan perselisihan.” Mujahid dan As-Suddi berkata : “Yaitu,
kebenaran dan pemahaman tentang keputusan.” Mujahid pun berkata : “Yaitu,
ketegasan dalam pembicaraan maupun dalam hokum.” Dan inilah makna yang dimaksud
dan dipilih oleh Ibnu Jarir. Ibnu Abi Hatim berkata, bahwa Abu Musa al-`Asy`ari
berkata : “Orang yang pertama kali mengucapkan amma ba`du adalah Dawud dan
itulah fashlul khithab.” Demikian pula asy-Sya`bi berkata : “Fashlul khithab
adalah (ucapan) amma ba`du.”[6]
b.
Kisah Nabi Daud dan Jalut (Goliath)
Thalut mengajak orang-orang yang tak punya ikatan rumah
tangga dan perdagangan ke medan perang. Dengan memilih orang-orang terbaik itu,
ia berharap mereka dapat memusatkan diri pada pertempuran dan tak terganggu
dengan urusan rumah tangga dan perdagangan.
Salah seorang anak muda yang ikut dalam barisan Thalut
adalah seorang remaja bernama Daud. Ia diperintah oleh ayahnya untuk menyertai
kedua kakaknya yang maju ke medan perang. Daud tidak diperkenankan maju ke
garis depan, ia hanya ditugaskan untuk melayani kedua kakaknya. Tempatnya di
garis belakang. Jika kakaknya lapar atau haus, dialah yang melayani dan
menyiapkan makanan dan minuman bagi mereka.
Tentara Thalut sebenarnya tidak seberapa banyak. Jauh lebih
banyak dan lebih besar tentara Jalut. Jalut sendiri adalah seorang panglima
perang yang bertubuh besar seperti raksasa. Setiap orang yang berhadapan
dengannya selalu binasa. Tentara Thalut gemetar saat melihat keperkasaan
musuh-musuhnya itu. Demi melihat tentaranya ketakutan, Thalut berdoa kepada
Allah, "Ya Tuhan kami, curahkanlah kesabaran atas diri kami, dan
kokohkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap orang-orang yang
kafir."
Maka dengan kekuatan doa itu mereka menyerbu tentara Jalut.
Tak mengira lawan yang berjumlah sedikit itu mempunyai keberanian bagaikan
singa terluka, akhirnya pasukan Jalut dapat diporak-porandakan dan lari
tercerai berai.
Tinggallah Jalut dan beberapa pengawalnya yang masih
tersisa. Thalut dan pengikutnya tak berani berhadapan dengan raksasa itu. Lalu
Thalut mengumumkan, siapa yang dapat membunuh Jalut maka ia akan diangkatnya
sebagai menantu. Tak disangka dan diduga, Daud yang masih berusia remaja tampil
ke depan, minta izin kepada Thalut untuk menghadapi Jalut. Mula-mula Thalut
ragu, mampukah Daud yang masih sangat belia itu mengalahkan Jalut? Namun
setelah didesak oleh Daud, akhirnya ia mengizinkan anak muda itu maju ke medan
perang.
Dari kejauhan Thalut mengawasi sepak terjang Daud yang
menantang Jalut. Jalut memang sombong. Ia telah berteriak berkali-kali,
menantang orang-orang Israil untuk berperang tanding. Ia juga mengejek bangsa
Israil sebagai bangsa pengecut dan hinaan-hinaan lainnya yang menyakitkan hati.
Tiba-tiba Daud muncul di hadapan Jalut. Jalut tertawa terbahak-bahak melihat
anak muda itu menantangnya duel. Daud tidak membawa senjata tajam. Senjatanya
hanya ketapel. Berkali-kali Jalut melayangkan pedangnya untuk membunuh Daud,
namun Daud dapat menghindar dengan gesitnya. Pada suatu kesempatan, Daud
berhasil melayangkan peluru ketapelnya tepat di antara kedua mata Jalut. Jalut berteriak keras, roboh dengan dahi
pecah, dan tewaslah ia. Dengan demikian menanglah pasukan Thalut melawan Jalut.
Sesuai janji, Daud lalu diangkat sebagai menantu Raja Thalut. Ia dinikahkan dengan
putri Thalut yang bernama Mikyai.[7]
2.
Daud dalam Al-Kitab
Dalam mempelajari Al-Dakhi>l fi> al-Tafsi>r,
sebagai literature, kita dianjurkan untuk membaca buku-buku yang dikarang ole
non muslim agar kita dapat mengetahui al-Dakhi>l dari itab tersebut.
Dalam hal ini, makalah mengangkat pembahasan mengenai kisah
Nabi Daud yang ditinjau dari Al Kitab. Tanpa mengurangi keimanan, dengan niat
untuk menjadikan referensi, hasil dari pembahasan dalam Al Kitab yang diperoleh
pemakalah adalah sebagai berikut.
a.
Dalam Al Kitab, kisah
Daud tidaklah jauh beda, hanya saja ada beberapa yang berbeda dengan kisahnya
dalam al-Qur’an. Dalam al-Qur’an, nama Daud disebut Da>wu>d, sedangkan
dalam Al Kitab, biasa disebut Daut dan juga biasa disebut David
b.
Dalam agama Islam, Nabi Daud diangkat menjadi raja setelah
Raja Thaulut, sedangkan dalam Al Kitab nama Thaulut disebut Saul
c.
Dalam agama Islam, Nabi Daud membunuh raksasa yang bernama
Jalut, sedangkan dalam Al Kitab nama Jalut dikenal dengan Goliath
d.
Dalam agama Islam, Nabi Daud diutus oleh ayahnya untuk
membantu pasukan Raja Thaulut bersama dua saudara lainnya. Sedangkan di Al
Kitab, Daud datang dengan sendirinya untuk membantu.[8]
e.
Dalam agama Islam, Nabi Daud membunuh Jalut menggunakan
ketapel. Ia meninggal setelah batu dari lontaran ketapel nabi Daud mendarat di
pelipisnya. Adapun dalam Alkitab, setelah ditembak menggunakan ketapel, daud
memeggal kepala Jalut menggunakan pedang Jalut sendiri[9]
BAB
III
KESIMPULAN
KESIMPULAN
1.
Dalam Islam, Daud adalah seorang nabi yang dimasa hidupnya
pernah diangkat sebagai raja yang
menduduki tahta selama 40 tahun lamanya. Beliau diberi mukjizat oleh Allah yang
salahsatunya adalah kitab Zabur dsb.
2.
Kisah Daud dalam Alkitab tidaklah jauh berbeda dengan
al-Quran, terdapat berbagai perbedaan seperti perubahan nama-nama dsb.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Qur’an al-Karim
Alkitab, 2013
Ghaffar, M. Abdul. Tafsir
Ibnu Katsir. Bogor : Pustaka Imam Syafi’I. 2004.
Ghazali, M. Yusri Amru.
Ensiklopedia Al-Qur’an & Hadis Pertema. Jakarta : Elta Askara Media.
2012.
Pamungkas, Ismail. Riwayat
Nabi Daud. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. 1991.
_______. Seri
Riwayat Nabi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. 1991.
Pirotta,Saviour. Kisah
Alkitab Untuk Anak. Jakarta : Erlangga. 2009.
[1]Ismail Pamungkas, Riwayat
Nabi Daud, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 1991) h. 20
[2]Saviour Pirotta, Kisah
Alkitab Untuk Anak, ( Jakarta : Erlangga, 2009 ), h. 121
[4] M. Yusri Amru Ghazali, Ensiklopedia
Al-Qur’an & Hadis Pertema, ( Jakarta : Elta Askara Media , 2012), h.
608
[5] M. Abdul Ghaffar, Tafsir
Ibnu Katsir, jil.6 ( Bogor : Pustaka Imam Syafi’I, 2004) h. 554-551
[6] M. Abdul Ghaffar, Tafsir
Ibnu Katsir, jil. 7 ( Bogor : Pustaka Imam Syafi’I, 2004) h. 57-59
[7] Dikutip dari Ismail Pamungkas, Seri
Riwayat Nabi, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 1991), h. 24-28
[8] Alkitab, 2013, h. 362
[9] Alkitab, 2013, h. 364