Kamis, 26 Desember 2013

BAB I
Pendahuluan
A.    Latar Belakang
            Belajar mengajar adalah dua suku kata yang memiliki akar kata yang sama yaitu ajar, namun memiliki arti yang berbeda. Belajar adalah usaha untuk memperoleh kepandaian atau ilmu, sedangkan mengajar adalah usaha untuk memberikan kepandaian atau ilmu kepada orang lain.
Perintah yang paling pertama Allah berikan terhadap Nabi Muhammad saw. yaitu tentang pentingnya memiliki pengetahuan. Dengan  pengetahuan manusia bisa menjadikan kehidupannya menjadi lebih baik. Maka dari itu Allah mewajibkan harus ada proses belajar mengajar bagi umat manusia untuk memiliki pengetahuan tersebut.
Di era sekarang ini, bisa dikatakan yang tidak memiliki ilmu pengetahuan akan ketinggalan. Tanpa adanya pengetahuan takkan ada keberhasilan yang menjanjikan. Kebahagiaan, kemewahan, dan pangkat akan mudah terealisasi dengan ilmu pengetahuan. Nah, untuk lebih memperjelas tentang hal tersebut, maka dalam makalah ini akan dibahas tentang kewajiban belajar mengajar menurut perspektif al-Qur’an.
B.     Rumusan Masalah

1.      Ayat-ayat yang berkaitan tentang kewajiban belajar mengajar.
2.      Makna mufradat ayat.
3.      Pokok kandungan atau tafsir ayat.








BAB II
Pembahasan
A.    Ayat-Ayat Tentang Kewajiban Belajar
1.      Al- ‘Alaq: 1-5
ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ   t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ   ù&tø%$# y7š/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ   Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ   zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷ètƒ ÇÎÈ  
Terjemahnya :
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan qalam[1]. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Mufrada>t ayat
a.       اقرأ
Kata اقرأ iqra’  terambil dari kata kerja قرأ  qara’a yang pada mulanya berarti menghimpun. Apabila merangkai huruf atau kata kemudian mengucapkan rangkaian tersebut maka menghimpunnya itulah yang disebut membacanya. Dengan demikian realisasi perintah tersebut tidak mengharuskan adanya suatu teks tertulis sebagai objek bacaan, tidak pula harus diucapkan sehingga terdengar oleh orang lain. Karenanya, dalam kamus-kamus ditemukan aneka ragam arti dari kata tersebut. Antara lain: menyampaikan, menelaah, membaca, mendalami, meneliti, mengetahui ciri-ciri sesuatu dan sebagainya, yang ke semuanya bermuara pada arti menghimpun.[2]
b.      ربك
Kata ربك berasal dari kata رب . Seakar kata (تربية) tarbiyah/ pendidikan. Kata ini memiliki arti yang berbeda-beda namun pada akhirnya arti-arti itu mengacu kepada pengembangan, peningkatan, ketinggian, kelebihan serta perbaikan. Kata rabb maupun tarbiyah berasal dari kata (ربا-يربو) yang dari segi pengertian kebahasaan berarti kelebihan. Dataran tinggi dinamai (ربوه) rabwah.[3]
Kata rabb apabila berdiri sendiri maka yang dimaksud adalah “ Tuhan” yang tentunya antara lain karena dialah yang melakukan tarbiyah (pendidikan) yang pada hakikatnya adalah pengembangan, peningkatan serta perbaikan makhluk ciptaan-Nya.
c.       خلق
Kata خلق khalaqa dari segi pengertian bahasa memiliki begitu banyak arti antara lain; menciptakan (dari tiada), menciptakan (tanpa satu contoh terlebih dahulu), mengukur, memperhalus, mengatur, membuat dan sebagainya. Kata ini biasanya memberikan tekanan tentang kehebatan dan kebesaran Allah dalam ciptaan-Nya. Ini berbeda dengan kata (جعل) ja’ala yang mengandung penekanan terhadap manfaat yang harus atau dapat diperoleh dari sesuatu yang dijadikan itu.[4]
d.      الا نسان
Kata الا نسان al-insan/manusia berasal dari akar kata انس uns/ senang, jinak dan harmonis, atau dari kata (نسي) nis-y yang berarti lupa. Ada juga yang berpendapat berasal dari kata (نوس)naus yakni gerak atau dinamika. Dari beberapa makna di atas paling tidak memberikan kita gambaran tentang potensi atau sifat makhluk tersebut yakni bahwa ia memiliki sifat lupa. Kata insan berbeda dengan kata (بشر) basyar yang juga diterjemahkan “manusia” tetapi maknanya lebih banyak mengacu kepada manusia dari segi fisik serta nalurinya yang tidak berbeda dengan manusia lain.[5]
e.       ,n=tã
‘Alaq berasal dari kata ‘alaqa yang makna dasarnya adalah menggantungkan sesuatu pada sesuatu lainnya yang kemudian maknanya meluas. Adapun yang dimaksud disini, ‘alaq adalah darah yang menggumpal[6] dan membeku, dan makna ini dibenarkan karena masih berhubungan dengan makna dasarnya yaitu sesuatu bergantungan dengan sesuatu lainnya.[7] Pada ayat ini, ‘Alaq diakhiri dengan kasratayn karena sebelumnya didahului oleh salah satu harfu jar yaitu min yang berarti “dari”. Maka dari itu diketahui bahwa asal mula penciptaan manusia didahului dengan segumpal darah yang berkembang menjadi daging.

f.        الاكرم
Kata (الاكرم) al-akram  biasa diterjemahkan dengan yang maha/paling pemurah atau semulia-mulia. Kata ini terambil dari kata (كرم) karama yang antara lain berarti: memberikan dengan mudah dan tanpa pamrih, bernilai tinggi, terhormat, mulia,setia, dan sifat kebangsawanan.
Dalam al-Qur’a>n ditemukan kata karim sebanyak 27 kali. Tidak kurang dari tiga belas subjek yang disifati dengan kata tersebut, yang tentu saja berbeda-beda maknanya oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kata ini digunakan untuk menggambarkan sifat terpuji  suatu objek yang disifatinya.
g.      القلم
Kata (القلم) al-qalam terambil dari kata kerja (قلم) qalama  yang artinya memotong ujung sesuatu. Memotong ujung sesuatu disebut (تقليم) taqli>m. Kata qalam disini dapat berarti hasil dari penggunaan alat tersebut, yakni tulisan.
Tafsir ayat
Ayat pertama
ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ  
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan”.
Ayat diatas tidak menyebutkan objek bacaan. Dan Jibril as. ketika itu tidak juga membaca satu teks tertulis, dan karena itu dalam satu riwayat dinyatakan bahwa Nabi saw. bertanya: ( ما أقرأ ) apakah yang saya harus baca?
Beraneka ragam pendapat ahli tafsir tentang objek bacaan yang dimaksud. Ada yang berpendapat wahyu-wahyu al-Qur’an, sehingga perintah itu dalam arti bacalah wahyu-wahyu al-Qur’an ketika dia turun nanti. Ada juga yang berpendapat objeknya adalah ismi rabbika sambil menilai huruf ba>’ yang menyertai kata ismi adalah sisipan sehingga ia berarti bacalah nama Tuhanmu atau berdzikirlah. Tapi jika demikian mengapa Nabi saw. menjawab: Saya tidak dapat membaca. Seandainya yang dimaksud adalah perintah berzikir tentu beliau tidak menjawab demikian karena jauh sebelum datang wahyu beliau telah senantiasa melakukannya.
Muhammad Abduh memahami perintah membaca disini bukan sebagai beban tugas yang harus dilaksanakan (amr taklifi) sehingga membutukan objek, tetapi ini adalah (amr takwi>ni ) yang mewujudkan kemampuan membaca secara aktual pada diri pribadi Nabi Muhammad saw.
Selanjutnya ayat kedua  @,n=tãz ô`ÏB `»|¡SM}$# t,n=y{  
“Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah”.
Pada ayat ini memperkenalkan Tuhan yang disembah oleh Nabi Muhammad saw. yang pada ayat sebelumnya memerintahkan Rasulullah untuk membaca atas nama-Nya serta untuk diri-Nya.
Selanjutnya ayat ketiga
ù&tø%$# y7š/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ    
“Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah”.
Ayat ketiga di atas mengulangi perintah membaca. Ulama berbeda pendapat tentang tujuan pengulangan ini. Ada yang menyatakan bahwa perintah pertama ditujukan kepada pribadi Nabi Muhammad saw. sedangkan yang kedua kepada umatnya, atau yang pertama untuk membaca dalam shalat sedangkan  yang kedua  di luar shalat. Pendapat yang ketiga menyatakan bahwa pertama perintah membaca sedangkan yang kedua perintah untuk mengajar kepada orang lain.
Kemudian ayat keempat dan kelima
Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ   zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷ètƒ ÇÎÈ  
“Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam”.
“Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”.
Ayat-ayat yang lalu membahas mengenai kemurahan Allah swt. Ayat di atas melanjutkan dengan memberi contoh dari sebagian kemurahan-Nya itu dengan menyatakan: Dia Yang Maha Pemurah itu yang mengajar manusia dengan pena yakni dengan sarana dan usaha mereka.
Kata (القلم) al-qalam terambil dari kata kerja (قلم) qalama  yang artinya memotong ujung sesuatu. Memotong ujung sesuatu disebut (تقليم) taqli>m. Kata qalam disini dapat berarti hasil dari penggunaan alat tersebut, yakni tulisan.
Dari uraian di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa kedua ayat tersebut menjelaskan tentang dua cara yang ditempuh oleh Allah swt. dalam mengajar manusia. Pertama, melalui pena (tulisan) yang harus dibaca oleh manusia. Dan kedua, melalui pengajaran langsung tanpa alat. Cara yang kedua ini dikenal dengan istilah (  علم لدني ) Ilm Ladunniy.
2.      Al-Ga>syiyah: 17 -20
Ÿxsùr& tbrãÝàYtƒ n<Î) È@Î/M}$# y#øŸ2 ôMs)Î=äz ÇÊÐÈ   n<Î)ur Ïä!$uK¡¡9$# y#øŸ2 ôMyèÏùâ ÇÊÑÈ   n<Î)ur ÉA$t6Ågø:$# y#øx. ôMt6ÅÁçR ÇÊÒÈ   n<Î)ur ÇÚöF{$# y#øx. ôMysÏÜß ÇËÉÈ  
Terjemahnya :
Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana ia diciptakan. Dan langit, bagaimana ia ditinggikan?. Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan?. Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?
Mufrada>t ayat :
a.        t n<Î)brãÝàYtƒ
Ini merupakan fi’il mudha>ri’ dari naz{ara ila yang bermakna menyaksikan dan melihat secara seksama[8]. Penggunaan kata الى pada brãÝàYtƒ memberikan pengertian untuk mendorong setiap orang melihat sampai batas akhir yang ditunjuk oleh kata الى itu dalam hal ini adalah unta. Sehingga pandangan dan perhatian benar-benar menyeluruh, sempurna dan mantap agar dapat menarik darinya sebanyak mungkin bukti tentang kekuasaan Allah dan kehebatan ciptaan-Nya.
b.      @Î/M}$#
Kata ibil merupakan bahasa arab yang berasal dari أبَل yang berarti baik dalam mengurus.[9] Adapun ibil diartikan sebagai unta[10] sebagaimana salah satu fungsi unta yakni ia dapat mengangkut alat-alat yang ringan maupun berat yang biasanya digunakan dalam perjalanan jauh dimana ia sangat baik digunakan dalam mengurus (mengangkut) barang-barang.
c.       Mt6ÅÁçR
Kata nus{ibat merupakan fi’il ma>d{iy majhu>l dari nas}aba yang d{ami>r nya untuk muannas\ (jiba>l) yang berarti diberdirikan,[11] dikokohkan dan ditegakkan. [12]
d.      MysÏÜß
Kata sut}ih}at juga merupakan fi’il ma>d{iy majhu>l dari sat}ah}a d{ami>r nya untuk muannas\ (al ard}). Adapun makna dari sut}ih}at adalah dibentangkan dan dikembangkan[13] serta dihamparkan. [14] Jadi dalam hal ini, maknanya adalah bumi dibentangkan dan dihamparkan.
Tafsir Ayat
            Pada ayat ini disebutkan Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana ia diciptakan?  Sesungguhnya ia merupakan ciptaan Allah yang semua bagian tubuhnya dapat di fungsikan. Unta diciptakan dengan sangat lentur untuk dijadikan sebagai sarana mengangkut beban yang berat, dagingnya dapat dimakan, dan kulitnya dapat dimanfaatkan, serta susunya dapat pula diminum. Mereka diingatkan akan hal tersebut, karena mayoritas binatang ternak yang dimiliki masyarakat Arab adalah unta.
            Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Maksudnya Allah meninggikan langit dari bumi.
            Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Artinya, menjadikannya tertancap kuat sehingga benar-benar kokoh dan tangguh agar bumi beserta penghuninya tidak menjadi goyang dan didalamnya diberikan berbagai manfaat serta juga barang tambang. [15]
            Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?  Maksudnya, bagaimana bumi itu dibentangkan, dihamparkan dan diperpanjangkan.
            Dengan demikian Allah telah memperingatkan kepada kita agar memperhatikan dan meneliti, dalam artian mempelajari dari apa yang kita saksikan, yaitu unta dalam proses penciptaannya, langit yang berada di atas kepala kita, gunung-gungung yang kokoh, serta bumi yang ada di bawah kita yang semuanya menunjukkan kekuasaan Allah dan hanya untuk-Nya lah kita beribadah.
3.      A<li ‘Imra>n 190-191
žcÎ) Îû È,ù=yz ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur É#»n=ÏF÷z$#ur È@øŠ©9$# Í$pk¨]9$#ur ;M»tƒUy Í<'rT[{ É=»t6ø9F{$# ÇÊÒÉÈ   tûïÏ%©!$# tbrãä.õtƒ ©!$# $VJ»uŠÏ% #YŠqãèè%ur 4n?tãur öNÎgÎ/qãZã_ tbr㍤6xÿtGtƒur Îû È,ù=yz ÏNºuq»uK¡¡9$# ÇÚöF{$#ur $uZ­/u $tB |Mø)n=yz #x»yd WxÏÜ»t/ y7oY»ysö6ß $oYÉ)sù z>#xtã Í$¨Z9$# ÇÊÒÊÈ  
Terjemahnya :
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.
Mufrada>t ayat :
a.     لالبابا
Kata لالبابا adalah bentuk jamak dari لب yaitu saripati sesuatu. Kacang, misalnya memiliki kulit yangmenutupi isinya. Isi kacang dinamai lubb. Ulu>l al-Ba>b adalah orang-orang yang memiliki akal yang murni, yang tidak diselubungi oleh kulit, yakni kabut ide, yang dapat melahirkan kerancuan dalam berpikir. Yang merenungkan tentang fenomena alam raya akan dapat sampai kepada bukti yang sangat nyata tentang ke-Esaan dan kekuasaan Allah swt.
b.      $VJ»uŠÏ%
Qiya>man merupakan mas}dar ha>l dari qa>ma, yaqu>mu, qiya>mun yang berarti dalam keadaan berdiri. Begitu pula dengan Qu’u>dan yang berarti dalam keadaan duduk.[16]
Tafsir Ayat
            Makna dari ayat ini, yaitu pada penciptaan langit dan bumi serta selisih antara malam dan pagi hari terdapat tanda-tanda, yakni kebesaran Allah yang Maha Kuasa yang dapat dijangkau oleh panca indra, seperti bintang-bintang, komet, daratan dan lautan, pegunungan dan pepohonan, tumbuh-tumbuhan, tanaman, buah-buahan, binatang, barang tambang serta berbagai macam warna dan aneka ragam makanan dan bebauan.
            Diakhir ayat 190 dari surah ini, disebutkan   É=»t6ø9F{$# Í<'rT[{ . yang dimaksudkan dari kalimat ini adalah orang-orang yang berakal ( [17] (لقوم يتفكرون  .
            Kata ulul alba>b pada ayat 190 diperjelas dalam ayat 191, yakni (ialah) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring. Maka dapat diartikan bahwa ulul alba>b adalah orang-orang yang menggunakan akal fikirannya untuk merenungkan betapa luar biasanya Allah dalam menciptakan sesuatu yang ia kehendaki. Seperti gunung misalnya, Allah menciptakannya dengan kokoh agar manusia dapat memfungsikan segala sesuatu yang terkandung didalamnya.
            Adapula diakhir ayat ini,   WxÏÜ»t/| #x»yd Mø)n=yz$tB$uZ­/u , adalah sebagai natijah dan kesimpulan upaya zikir dan piker. Biasa juga difahami zikir dan piker itu mereka lakukan sambil membayangkan dalam benak mereka bahwa alam raya tidak diciptakan Allah sia-sia.[18]
            Pada surah Ali Imran ayat 190 – 191 ini kita dapatkan bahwa kolerasi ayat dengan belajar yakni, Allah telah menciptakan jagad raya ini tanpa sia-sia, dalam artian memiliki berbagai fungsi. Maka kita sebagai manusia yang diberikan kelebihan dengan akal fikiran haruslah mempelajari apa saja yang dikandung oleh ciptaan Allah dan bagaimana cara kita untuk menggunakannya sebaik mungkin. Dan setelah mempelajari akan hal itu, kita akan menindak lanjutinya dengan menggunakan fungsi dari ciptaan Allah secara baik dan benar.
4.      Al-Taubah 122
* $tBur šc%x. tbqãZÏB÷sßJø9$# (#rãÏÿYuŠÏ9 Zp©ù!$Ÿ2 4 Ÿwöqn=sù txÿtR `ÏB Èe@ä. 7ps%öÏù öNåk÷]ÏiB ×pxÿͬ!$sÛ (#qßg¤)xÿtGuŠÏj9 Îû Ç`ƒÏe$!$# (#râÉYãŠÏ9ur óOßgtBöqs% #sŒÎ) (#þqãèy_u öNÍköŽs9Î) óOßg¯=yès9 šcrâxøts ÇÊËËÈ  
Terjemahnya ;
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.
Mufrada>t ayat :
a.       #qßg¤)xÿtGuŠÏj9
         Dalam hal ini, terdapat dua kosakata yakni لِ , dan juga يتفقه  . لِ adalah h{arfu jarr yang fungsinya adalah menunjukkan kepemilikan yang juga berarti “untuk”. Yang kedua adalah  يتفقه adalah kata yang dasarnya adalah faqah{a yang berarti faham dan mengetahui akan sesuatu. Adapun يتفقه merupakan fi’il mud}a>ri’ yang telah ditambah dengan huruf ta dan tasydi>d pada huruf ketiga yaitu ha  berarti “menjadikan”. Jadi yatafaqqahu> berarti menjadikannya faham dan mengajarkannya dengan d{ami>r hum (mereka).[19]
b.      crâxøts
         Kata ini berakar dari h}az}ara yang berarti menjaga dirinya dari sesuatu dan berwaspada.[20] Dalam ayat ini disebutkan yah}z}aru>n dengan berdhamir hum.
Tafsir ayat
Dari beberapa riwayat yang menyatakan bahwa ketika Rasulullah saw. tiba kembali di Madinah, beliau mengutus pasukan yang terdiri dari beberapa orang ke beberapa daerah. Banyak sekali yang ingin terlibat dalam pasukan kecil itu, sehingga jika diperturutkan, maka tidak akan tinggal di Madinah bersama Rasul kecuali beberapa gelintir orang saja. Nah, ayat ini menuntun kaum muslim untuk membagi tugas dengan menegaskan bahwa tidak sepatutnya bagi orang-orang mukmin yang selama ini dianjurkan agar bergegas menuju medan perang pergi semua ke medan sehingga tidak tersisa lagi yang melaksanakan tugas-tugas yang lain, seperti belajar dan mengajarkan ilmu.
Ayat ini menggaris bawahi pentingnya memperdalam ilmu dan menyebarluaskan informasi yang benar. Ia tidak kurang penting dari upaya mempertahankan wilayah.
Terbaca di atas bahwa yang dimaksud orang yang memperdalam pengetahuan demikian juga yang memberi peringatan adalah mereka yang tinggal bersama Rasulullah dan tidak mendapat tugas  sebagai anggota pasukan, sedang mereka yang diberi peringatan adalah anggota pasukan yang keluar melaksanakan tugas yang dibebankan Rasul saw. Ini adalah pendapat Mayoritas ulama.
Ada juga ulama, antara lain Ibnu Jari>r al-T{abari, yang membalik pengertian diatas. Menurutnya yang memperdalam pengetahuan adalah anggota pasukan yang ditugaskan Nabi SAW itu. Dengan perjuangan dan kemenangan menghadapi musuh yang mereka raih, mereka memperoleh pengetahuan tentang kebenaran Islam serta pembelaan Allah swt. terhadap agama-Nya. Dan dengan demikian, jika mereka kembali kepada kelompok yang tidak ikut bersama mereka, yakni yang tinggal bersama Nabi saw. di Madinah, mereka yang pergi berjuang itu akan menyampaikan bencana yang menimpa musuh-musuh Allah yang membangkang perintah-Nya dan memperingatkan mereka tentang kuasa Allah, agar yang tinggal bersama Rasul saw. berhati-hati dalam sikap dan kelakuan mereka. Sayyid Qut}ub termasuk yang mendukung pendapat al-T{abari di atas.[21]




BAB III
Penutup
Kesimpulan:
1.      Membaca dan menulis adalah merupakan metode dalam proses belajar mengajar (QS. al-Alaq: 1-5).
2.      Untuk memperdalam pengetahuan kita terhadap sesuatu, perlu ada penelitian terhadapnya (QS. al-Ga>syiyah: 17-20)
3.      Berusaha menciptakan sesuatu yang bernilai dari segala sesuatu yang diciptakan Allah di bumi ini dengan menggunakan ilmu pengetahuan, karena sesungguhnya tidak ada yang sia-sia di dunia ini (QS. A<li ‘Imra>n: 190-191)
4.      Menuntut ilmu adalah merupakan salah satu kewajiban bagi kaum muslimin (QS. al-Taubah: 122)



DAFTAR PUSTAKA
A.W. Munawwir, Kamus Al Munawwir Arab – Indonesia Terlengkap, Yogyakarta : Pustaka Progresif, 1984.
Abu Al Husain Ahmad, Maqa>yi>s Al Lughah, Ittihad Al Kita>b Al ‘Araby , 2002, juz.4.
Abdullah bin Muhammad, Tafsir Ibnu Katsir, Jakarta:Pustaka Imam Asy Syafi’I (2005).
Software Kamus Bahasa Arab v.2.0, pada 19 September 2013.
Kasir Ibrahim, Kamus Arab, Apollo : Surabaya, t.h.
K.H.Q. Shaleh, Asba>bun Nuzu>l, Diponegoro : Bandung. 2000.
Mahmud Yunus. Kamus Arab – Indonesia. Hidakarya Agung : Jakarta.1990.
Muhammad Fuadi Abdul Baqi, Al Mu’jam Al Mufahrasy li Alfa>z}il Qur’a>nil Kari>m. Diponegoro : Bandung. t.h





[1]Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca.
[2] Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah vol. 15, Jakarta : Lentera Hati, 2002, hal. 392
 [3]Ibid. Quraish Shihab, hal. 395                       
 [4]Ibid. Quraish Shihab, hal. 395-396
 [5]Ibid. Quraish Shihab, hal. 396-397
[6]A.W. Munawwir, Kamus Al Munawwir Arab – Indonesia Terlengkap, Yogyakarta : Pustaka Progresif, 1984. Hal.964
[7]Abu Al Husain Ahmad, Maqa>yi>s Al Lughah, Ittihad Al Kita>b Al ‘Araby , 2002, juz.4, hal. 98
[8]Ibid. Abu Al Husain Ahmad, vol. 5, hal. 536
[9]Software Kamus Bahasa Arab v.2.0, pada 19 September 2013
[10]Ibid. Munawwir. Hal. 3 . lihat juga Mahmud Yunus, Kamus Arab – Indonesia, Jakarta : Hidakarya Agung. Hal.32
[11]Ibid. Abu Al Husain Ahmad, vol. 5, hal. 348
[12]Ibid. Munawwir. Hal.1423
[13]Ibid, Abu Al Husain Ahmad, vol. 3, hal. 53
[14]Ibid. Munawwir. Hal. 630
[15]Abdullah bin Muhammad, Tafsir Ibnu Katsir, Jakarta:Pustaka Imam Asy Syafi’I (2005). Hal.459
[16]Ibid. Software Kamus Bahasa Arab…
[17]Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah vol. 2, Jakarta : Lentera Hati, 2002, hal.307
[18]Ibid. Quraish Shihab , vol. 2, hal. 311
[19]Ibid. Abu Al Husain Ahmad, vol. 4, hal. 354
[20]Ibid. Abu Al Husain Ahmad, vol. 2, hal. 29
[21]Ibid.Quraish Shihab, vol.v, hal. 749

Tidak ada komentar:

Posting Komentar