BAB I
Pendahuluan
A. Latar
Belakang
Belajar
mengajar adalah dua suku kata yang memiliki akar kata yang sama yaitu ajar,
namun memiliki arti yang berbeda. Belajar adalah usaha untuk memperoleh
kepandaian atau ilmu, sedangkan mengajar adalah usaha untuk memberikan
kepandaian atau ilmu kepada orang lain.
Perintah yang paling pertama
Allah berikan terhadap Nabi Muhammad saw. yaitu tentang pentingnya memiliki
pengetahuan. Dengan pengetahuan manusia
bisa menjadikan kehidupannya menjadi lebih baik. Maka dari itu Allah mewajibkan
harus ada proses belajar mengajar bagi umat manusia untuk memiliki pengetahuan
tersebut.
Di era sekarang ini, bisa
dikatakan yang tidak memiliki ilmu pengetahuan akan ketinggalan. Tanpa adanya
pengetahuan takkan ada keberhasilan yang menjanjikan. Kebahagiaan, kemewahan,
dan pangkat akan mudah terealisasi dengan ilmu pengetahuan. Nah, untuk lebih
memperjelas tentang hal tersebut, maka dalam makalah ini akan dibahas tentang
kewajiban belajar mengajar menurut perspektif al-Qur’an.
B. Rumusan
Masalah
1.
Ayat-ayat yang berkaitan tentang kewajiban belajar
mengajar.
2.
Makna mufradat ayat.
3.
Pokok kandungan atau tafsir ayat.
BAB II
Pembahasan
A. Ayat-Ayat
Tentang Kewajiban Belajar
1.
Al- ‘Alaq: 1-5
ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{
ÇÊÈ t,n=y{
z`»|¡SM}$#
ô`ÏB
@,n=tã ÇËÈ ù&tø%$# y7/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ zO¯=tæ
z`»|¡SM}$#
$tB óOs9
÷Ls>÷èt ÇÎÈ
Terjemahnya :
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan.
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang
Maha pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan qalam[1].
Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Mufrada>t ayat
a. اقرأ
Kata اقرأ iqra’ terambil dari kata kerja قرأ qara’a yang pada mulanya berarti menghimpun. Apabila merangkai huruf
atau kata kemudian mengucapkan rangkaian tersebut maka menghimpunnya itulah
yang disebut membacanya. Dengan demikian realisasi perintah tersebut tidak
mengharuskan adanya suatu teks tertulis sebagai objek bacaan, tidak pula harus
diucapkan sehingga terdengar oleh orang lain. Karenanya, dalam kamus-kamus
ditemukan aneka ragam arti dari kata tersebut. Antara lain: menyampaikan,
menelaah, membaca, mendalami, meneliti, mengetahui ciri-ciri sesuatu dan
sebagainya, yang ke semuanya bermuara pada arti menghimpun.[2]
b.
ربك
Kata
ربك berasal
dari kata
رب . Seakar kata (تربية) tarbiyah/
pendidikan. Kata ini memiliki arti yang berbeda-beda namun pada akhirnya
arti-arti itu mengacu kepada pengembangan, peningkatan, ketinggian, kelebihan
serta perbaikan. Kata rabb maupun tarbiyah berasal dari kata (ربا-يربو) yang dari segi pengertian kebahasaan berarti kelebihan.
Dataran tinggi dinamai (ربوه) rabwah.[3]
Kata rabb
apabila berdiri sendiri maka yang dimaksud adalah “ Tuhan” yang tentunya antara
lain karena dialah yang melakukan tarbiyah (pendidikan) yang pada
hakikatnya adalah pengembangan, peningkatan serta perbaikan makhluk
ciptaan-Nya.
c. خلق
Kata خلق khalaqa dari segi pengertian bahasa memiliki begitu banyak arti antara lain; menciptakan
(dari tiada), menciptakan (tanpa satu contoh terlebih dahulu), mengukur,
memperhalus, mengatur, membuat dan sebagainya. Kata ini biasanya memberikan
tekanan tentang kehebatan dan kebesaran Allah dalam ciptaan-Nya. Ini berbeda
dengan kata (جعل) ja’ala
yang mengandung penekanan terhadap manfaat yang harus atau dapat diperoleh dari
sesuatu yang dijadikan itu.[4]
d. الا نسان
Kata الا نسان
al-insan/manusia berasal dari akar kata انس uns/ senang, jinak dan harmonis, atau dari kata (نسي) nis-y yang berarti lupa. Ada juga yang
berpendapat berasal dari kata (نوس)naus yakni gerak atau dinamika. Dari beberapa makna di atas
paling tidak memberikan kita gambaran tentang potensi atau sifat makhluk
tersebut yakni bahwa ia memiliki sifat lupa. Kata insan berbeda dengan kata (بشر) basyar yang juga
diterjemahkan “manusia” tetapi maknanya lebih banyak mengacu kepada manusia
dari segi fisik serta nalurinya yang tidak berbeda dengan manusia lain.[5]
e. ,n=tã
‘Alaq berasal dari kata ‘alaqa yang
makna dasarnya adalah menggantungkan sesuatu pada sesuatu lainnya yang kemudian
maknanya meluas. Adapun yang dimaksud disini, ‘alaq adalah darah yang
menggumpal[6] dan membeku, dan makna ini dibenarkan karena masih berhubungan
dengan makna dasarnya yaitu sesuatu bergantungan dengan sesuatu lainnya.[7]
Pada ayat ini, ‘Alaq diakhiri dengan kasratayn karena sebelumnya
didahului oleh salah satu harfu jar yaitu min yang berarti
“dari”. Maka dari itu diketahui bahwa asal mula penciptaan manusia didahului
dengan segumpal darah yang berkembang menjadi daging.
f.
الاكرم
Kata (الاكرم) al-akram biasa
diterjemahkan dengan yang maha/paling pemurah atau semulia-mulia.
Kata ini terambil dari kata (كرم) karama yang antara lain
berarti: memberikan dengan mudah dan tanpa pamrih, bernilai tinggi,
terhormat, mulia,setia, dan sifat kebangsawanan.
Dalam al-Qur’a>n ditemukan kata karim sebanyak 27
kali. Tidak kurang dari tiga belas subjek yang disifati dengan kata tersebut,
yang tentu saja berbeda-beda maknanya oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa
kata ini digunakan untuk menggambarkan sifat terpuji suatu objek yang disifatinya.
g. القلم
Kata (القلم) al-qalam terambil dari kata kerja (قلم) qalama yang artinya memotong ujung sesuatu. Memotong
ujung sesuatu disebut (تقليم) taqli>m. Kata qalam disini dapat berarti hasil dari
penggunaan alat tersebut, yakni tulisan.
Tafsir ayat
Ayat
pertama
ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{
ÇÊÈ
“Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan”.
Ayat diatas tidak menyebutkan objek bacaan. Dan Jibril as. ketika itu
tidak juga membaca satu teks tertulis, dan karena itu dalam satu riwayat
dinyatakan bahwa Nabi saw. bertanya: ( ما
أقرأ ) apakah
yang saya harus baca?
Beraneka ragam pendapat ahli tafsir tentang objek bacaan yang dimaksud.
Ada yang berpendapat wahyu-wahyu al-Qur’an, sehingga perintah itu dalam arti
bacalah wahyu-wahyu al-Qur’an ketika dia turun nanti. Ada juga yang berpendapat
objeknya adalah ismi rabbika sambil menilai huruf ba>’ yang
menyertai kata ismi adalah sisipan sehingga ia berarti bacalah nama
Tuhanmu atau berdzikirlah. Tapi jika demikian mengapa Nabi saw. menjawab: Saya
tidak dapat membaca. Seandainya yang dimaksud adalah perintah berzikir tentu
beliau tidak menjawab demikian karena jauh sebelum datang wahyu beliau telah
senantiasa melakukannya.
Muhammad Abduh memahami
perintah membaca disini bukan sebagai beban tugas yang harus dilaksanakan (amr
taklifi) sehingga membutukan objek, tetapi ini adalah (amr takwi>ni
) yang mewujudkan kemampuan membaca secara aktual pada diri pribadi Nabi
Muhammad saw.
Selanjutnya
ayat kedua @,n=tãz
ô`ÏB
`»|¡SM}$# t,n=y{
“Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah”.
Pada ayat ini memperkenalkan Tuhan yang disembah oleh Nabi Muhammad saw.
yang pada ayat sebelumnya memerintahkan Rasulullah untuk membaca atas nama-Nya
serta untuk diri-Nya.
Selanjutnya
ayat ketiga
ù&tø%$# y7/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ
“Bacalah,
dan Tuhanmulah yang Maha pemurah”.
Ayat ketiga di atas mengulangi perintah membaca. Ulama berbeda pendapat tentang
tujuan pengulangan ini. Ada yang menyatakan bahwa perintah pertama ditujukan
kepada pribadi Nabi Muhammad saw. sedangkan yang kedua kepada umatnya, atau
yang pertama untuk membaca dalam shalat sedangkan yang kedua
di luar shalat. Pendapat yang ketiga menyatakan bahwa pertama perintah
membaca sedangkan yang kedua perintah untuk mengajar kepada orang lain.
Kemudian
ayat keempat dan kelima
Ï%©!$# zO¯=tæ
ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ zO¯=tæ
z`»|¡SM}$#
$tB óOs9
÷Ls>÷èt ÇÎÈ
“Yang
mengajar (manusia) dengan perantaran kalam”.
“Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya”.
Ayat-ayat yang lalu membahas mengenai kemurahan Allah swt. Ayat di atas
melanjutkan dengan memberi contoh dari sebagian kemurahan-Nya itu dengan
menyatakan: Dia Yang Maha Pemurah itu yang mengajar manusia dengan pena yakni
dengan sarana dan usaha mereka.
Kata (القلم) al-qalam
terambil dari kata kerja (قلم) qalama
yang artinya memotong ujung sesuatu.
Memotong ujung sesuatu disebut (تقليم) taqli>m. Kata qalam disini dapat berarti hasil dari
penggunaan alat tersebut, yakni tulisan.
Dari uraian di atas kita
dapat mengambil kesimpulan bahwa kedua ayat tersebut menjelaskan tentang dua
cara yang ditempuh oleh Allah swt. dalam mengajar manusia. Pertama, melalui
pena (tulisan) yang harus dibaca oleh manusia. Dan kedua, melalui pengajaran
langsung tanpa alat. Cara yang kedua ini dikenal dengan istilah ( علم
لدني ) Ilm
Ladunniy.
2.
Al-Ga>syiyah: 17 -20
xsùr&
tbrãÝàYt
n<Î) È@Î/M}$# y#ø2 ôMs)Î=äz ÇÊÐÈ n<Î)ur Ïä!$uK¡¡9$# y#ø2
ôMyèÏùâ ÇÊÑÈ n<Î)ur ÉA$t6Ågø:$# y#øx.
ôMt6ÅÁçR ÇÊÒÈ n<Î)ur ÇÚöF{$# y#øx.
ôMysÏÜß ÇËÉÈ
Terjemahnya :
Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana ia
diciptakan. Dan langit, bagaimana ia ditinggikan?. Dan gunung-gunung bagaimana
ia ditegakkan?. Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?
Mufrada>t ayat :
a.
t
n<Î)brãÝàYt
Ini merupakan fi’il
mudha>ri’ dari naz{ara ila yang bermakna menyaksikan dan melihat
secara seksama[8].
Penggunaan kata الى pada brãÝàYt memberikan pengertian untuk
mendorong setiap orang melihat sampai batas akhir yang ditunjuk oleh kata الى itu
dalam hal ini adalah unta. Sehingga pandangan dan perhatian benar-benar
menyeluruh, sempurna dan mantap agar dapat menarik darinya sebanyak mungkin
bukti tentang kekuasaan Allah dan kehebatan ciptaan-Nya.
b.
@Î/M}$#
Kata ibil merupakan
bahasa arab yang berasal dari أبَل yang berarti baik dalam mengurus.[9] Adapun ibil diartikan
sebagai unta[10]
sebagaimana salah satu fungsi unta yakni ia dapat mengangkut alat-alat yang
ringan maupun berat yang biasanya digunakan dalam perjalanan jauh dimana ia
sangat baik digunakan dalam mengurus (mengangkut) barang-barang.
c.
Mt6ÅÁçR
Kata nus{ibat merupakan
fi’il ma>d{iy majhu>l dari nas}aba yang d{ami>r nya
untuk muannas\ (jiba>l) yang berarti diberdirikan,[11]
dikokohkan dan ditegakkan. [12]
d.
MysÏÜß
Kata sut}ih}at juga
merupakan fi’il ma>d{iy majhu>l dari sat}ah}a d{ami>r nya
untuk muannas\ (al ard}). Adapun makna dari sut}ih}at adalah
dibentangkan dan dikembangkan[13]
serta dihamparkan. [14] Jadi
dalam hal ini, maknanya adalah bumi dibentangkan dan dihamparkan.
Tafsir Ayat
Pada
ayat ini disebutkan Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana ia
diciptakan? Sesungguhnya ia
merupakan ciptaan Allah yang semua bagian tubuhnya dapat di fungsikan. Unta
diciptakan dengan sangat lentur untuk dijadikan sebagai sarana mengangkut beban
yang berat, dagingnya dapat dimakan, dan kulitnya dapat dimanfaatkan, serta
susunya dapat pula diminum. Mereka diingatkan akan hal tersebut, karena
mayoritas binatang ternak yang dimiliki masyarakat Arab adalah unta.
Dan
langit, bagaimana ia ditinggikan? Maksudnya Allah meninggikan langit dari bumi.
Dan
gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Artinya, menjadikannya tertancap kuat sehingga
benar-benar kokoh dan tangguh agar bumi beserta penghuninya tidak menjadi
goyang dan didalamnya diberikan berbagai manfaat serta juga barang tambang. [15]
Dan
bumi bagaimana ia dihamparkan? Maksudnya, bagaimana
bumi itu dibentangkan, dihamparkan dan diperpanjangkan.
Dengan
demikian Allah telah memperingatkan kepada kita agar memperhatikan dan meneliti,
dalam artian mempelajari dari apa yang kita saksikan, yaitu unta dalam proses
penciptaannya, langit yang berada di atas kepala kita, gunung-gungung yang
kokoh, serta bumi yang ada di bawah kita yang semuanya menunjukkan kekuasaan
Allah dan hanya untuk-Nya lah kita beribadah.
3.
A<li ‘Imra>n 190-191
cÎ) Îû
È,ù=yz ÏNºuq»yJ¡¡9$#
ÇÚöF{$#ur
É#»n=ÏF÷z$#ur
È@ø©9$# Í$pk¨]9$#ur
;M»tUy
Í<'rT[{ É=»t6ø9F{$# ÇÊÒÉÈ tûïÏ%©!$# tbrãä.õt ©!$#
$VJ»uÏ% #Yqãèè%ur 4n?tãur öNÎgÎ/qãZã_ tbrã¤6xÿtGtur
Îû È,ù=yz ÏNºuq»uK¡¡9$#
ÇÚöF{$#ur
$uZ/u
$tB |Mø)n=yz #x»yd
WxÏÜ»t/
y7oY»ysö6ß $oYÉ)sù z>#xtã Í$¨Z9$# ÇÊÒÊÈ
Terjemahnya :
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan
silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
berakal. (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk
atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit
dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini
dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.
Mufrada>t ayat :
a.
لالبابا
Kata لالبابا adalah
bentuk jamak dari لب yaitu saripati sesuatu. Kacang, misalnya memiliki kulit
yangmenutupi isinya. Isi kacang dinamai lubb. Ulu>l al-Ba>b adalah
orang-orang yang memiliki akal yang murni, yang tidak diselubungi oleh kulit,
yakni kabut ide, yang dapat melahirkan kerancuan dalam berpikir. Yang
merenungkan tentang fenomena alam raya akan dapat sampai kepada bukti yang
sangat nyata tentang ke-Esaan dan kekuasaan Allah swt.
b.
$VJ»uÏ%
Qiya>man merupakan mas}dar ha>l
dari qa>ma, yaqu>mu, qiya>mun yang berarti dalam keadaan
berdiri. Begitu pula dengan Qu’u>dan yang berarti dalam keadaan
duduk.[16]
Tafsir Ayat
Makna
dari ayat ini, yaitu pada penciptaan langit dan bumi serta selisih antara malam
dan pagi hari terdapat tanda-tanda, yakni kebesaran Allah yang Maha Kuasa yang dapat
dijangkau oleh panca indra, seperti bintang-bintang, komet, daratan dan lautan,
pegunungan dan pepohonan, tumbuh-tumbuhan, tanaman, buah-buahan, binatang,
barang tambang serta berbagai macam warna dan aneka ragam makanan dan bebauan.
Diakhir
ayat 190 dari surah ini, disebutkan É=»t6ø9F{$#
Í<'rT[{ . yang dimaksudkan dari
kalimat ini adalah orang-orang yang berakal ( [17] (لقوم يتفكرون .
Kata ulul
alba>b pada ayat 190 diperjelas dalam ayat 191, yakni (ialah)
orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan
berbaring. Maka dapat diartikan bahwa ulul alba>b adalah orang-orang
yang menggunakan akal fikirannya untuk merenungkan betapa luar biasanya Allah
dalam menciptakan sesuatu yang ia kehendaki. Seperti gunung misalnya, Allah
menciptakannya dengan kokoh agar manusia dapat memfungsikan segala sesuatu yang
terkandung didalamnya.
Adapula
diakhir ayat ini, WxÏÜ»t/| #x»yd
Mø)n=yz$tB$uZ/u , adalah sebagai natijah
dan kesimpulan upaya zikir dan piker. Biasa juga difahami zikir dan piker
itu mereka lakukan sambil membayangkan dalam benak mereka bahwa alam raya tidak
diciptakan Allah sia-sia.[18]
Pada
surah Ali Imran ayat 190 – 191 ini kita dapatkan bahwa kolerasi ayat dengan
belajar yakni, Allah telah menciptakan jagad raya ini tanpa sia-sia, dalam
artian memiliki berbagai fungsi. Maka kita sebagai manusia yang diberikan
kelebihan dengan akal fikiran haruslah mempelajari apa saja yang dikandung oleh
ciptaan Allah dan bagaimana cara kita untuk menggunakannya sebaik mungkin. Dan
setelah mempelajari akan hal itu, kita akan menindak lanjutinya dengan
menggunakan fungsi dari ciptaan Allah secara baik dan benar.
4. Al-Taubah
122
* $tBur c%x. tbqãZÏB÷sßJø9$#
(#rãÏÿYuÏ9 Zp©ù!$2 4 wöqn=sù txÿtR `ÏB Èe@ä. 7ps%öÏù öNåk÷]ÏiB ×pxÿͬ!$sÛ
(#qßg¤)xÿtGuÏj9
Îû Ç`Ïe$!$# (#râÉYãÏ9ur óOßgtBöqs% #sÎ) (#þqãèy_u
öNÍkös9Î)
óOßg¯=yès9
crâxøts ÇÊËËÈ
Terjemahnya ;
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke
medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka
beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk
memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya,
supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.
Mufrada>t ayat :
a. #qßg¤)xÿtGuÏj9
Dalam hal ini, terdapat dua kosakata yakni لِ , dan juga يتفقه .
لِ adalah h{arfu jarr yang fungsinya adalah menunjukkan
kepemilikan yang juga berarti “untuk”. Yang kedua adalah يتفقه adalah kata yang dasarnya adalah
faqah{a yang berarti faham dan mengetahui akan sesuatu. Adapun يتفقه merupakan fi’il mud}a>ri’ yang telah ditambah dengan
huruf ta dan tasydi>d pada huruf ketiga yaitu ha berarti “menjadikan”. Jadi yatafaqqahu> berarti
menjadikannya faham dan mengajarkannya dengan d{ami>r hum (mereka).[19]
b. crâxøts
Kata ini berakar dari h}az}ara yang berarti menjaga
dirinya dari sesuatu dan berwaspada.[20]
Dalam ayat ini disebutkan yah}z}aru>n dengan berdhamir hum.
Tafsir ayat
Dari beberapa riwayat yang
menyatakan bahwa ketika Rasulullah saw. tiba kembali di Madinah, beliau
mengutus pasukan yang terdiri dari beberapa orang ke beberapa daerah. Banyak
sekali yang ingin terlibat dalam pasukan kecil itu, sehingga jika
diperturutkan, maka tidak akan tinggal di Madinah bersama Rasul kecuali
beberapa gelintir orang saja. Nah, ayat ini menuntun kaum muslim untuk membagi
tugas dengan menegaskan bahwa tidak sepatutnya bagi orang-orang mukmin yang
selama ini dianjurkan agar bergegas menuju medan perang pergi semua ke medan
sehingga tidak tersisa lagi yang melaksanakan tugas-tugas yang lain, seperti
belajar dan mengajarkan ilmu.
Ayat ini menggaris bawahi
pentingnya memperdalam ilmu dan menyebarluaskan informasi yang benar. Ia tidak
kurang penting dari upaya mempertahankan wilayah.
Terbaca di atas bahwa yang
dimaksud orang yang memperdalam pengetahuan demikian juga yang memberi
peringatan adalah mereka yang tinggal bersama Rasulullah dan tidak mendapat
tugas sebagai anggota pasukan, sedang
mereka yang diberi peringatan adalah anggota pasukan yang keluar melaksanakan
tugas yang dibebankan Rasul saw. Ini adalah pendapat Mayoritas ulama.
Ada juga ulama, antara lain
Ibnu Jari>r al-T{abari, yang membalik pengertian diatas. Menurutnya yang
memperdalam pengetahuan adalah anggota pasukan yang ditugaskan Nabi SAW itu.
Dengan perjuangan dan kemenangan menghadapi musuh yang mereka raih, mereka
memperoleh pengetahuan tentang kebenaran Islam serta pembelaan Allah swt.
terhadap agama-Nya. Dan dengan demikian, jika mereka kembali kepada kelompok
yang tidak ikut bersama mereka, yakni yang tinggal bersama Nabi saw. di
Madinah, mereka yang pergi berjuang itu akan menyampaikan bencana yang menimpa
musuh-musuh Allah yang membangkang perintah-Nya dan memperingatkan mereka
tentang kuasa Allah, agar yang tinggal bersama Rasul saw. berhati-hati dalam
sikap dan kelakuan mereka. Sayyid Qut}ub termasuk yang mendukung pendapat
al-T{abari di atas.[21]
BAB III
Penutup
Kesimpulan:
1.
Membaca dan menulis adalah merupakan metode dalam
proses belajar mengajar (QS. al-Alaq: 1-5).
2.
Untuk memperdalam pengetahuan kita terhadap sesuatu,
perlu ada penelitian terhadapnya (QS. al-Ga>syiyah: 17-20)
3.
Berusaha menciptakan sesuatu yang bernilai dari segala
sesuatu yang diciptakan Allah di bumi ini dengan menggunakan ilmu pengetahuan,
karena sesungguhnya tidak ada yang sia-sia di dunia ini (QS. A<li
‘Imra>n: 190-191)
4.
Menuntut ilmu adalah merupakan salah satu kewajiban
bagi kaum muslimin (QS. al-Taubah: 122)
DAFTAR PUSTAKA
A.W. Munawwir, Kamus Al Munawwir Arab
– Indonesia Terlengkap, Yogyakarta : Pustaka Progresif, 1984.
Abu Al Husain Ahmad, Maqa>yi>s Al Lughah, Ittihad Al
Kita>b Al ‘Araby , 2002, juz.4.
Abdullah bin Muhammad, Tafsir Ibnu
Katsir, Jakarta:Pustaka Imam Asy Syafi’I (2005).
Software Kamus Bahasa Arab v.2.0, pada 19 September 2013.
Kasir Ibrahim, Kamus Arab,
Apollo : Surabaya, t.h.
K.H.Q. Shaleh, Asba>bun
Nuzu>l, Diponegoro : Bandung. 2000.
Mahmud Yunus. Kamus Arab –
Indonesia. Hidakarya Agung : Jakarta.1990.
Muhammad Fuadi Abdul Baqi, Al Mu’jam Al Mufahrasy li Alfa>z}il
Qur’a>nil Kari>m. Diponegoro : Bandung. t.h
[2]
Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah vol. 15, Jakarta : Lentera Hati, 2002,
hal. 392
[6]A.W. Munawwir, Kamus Al Munawwir Arab –
Indonesia Terlengkap, Yogyakarta : Pustaka Progresif, 1984. Hal.964
[7]Abu
Al Husain Ahmad, Maqa>yi>s Al Lughah, Ittihad Al Kita>b Al
‘Araby , 2002, juz.4, hal. 98
[8]Ibid.
Abu Al Husain Ahmad, vol. 5, hal. 536
[9]Software
Kamus Bahasa Arab v.2.0, pada 19 September 2013
[10]Ibid. Munawwir. Hal. 3 . lihat juga Mahmud
Yunus, Kamus Arab – Indonesia, Jakarta : Hidakarya Agung. Hal.32
[11]Ibid.
Abu Al Husain Ahmad, vol. 5, hal. 348
[13]Ibid,
Abu Al Husain Ahmad, vol. 3, hal. 53
[15]Abdullah bin Muhammad, Tafsir Ibnu
Katsir, Jakarta:Pustaka Imam Asy Syafi’I (2005). Hal.459
[16]Ibid.
Software Kamus Bahasa Arab…
[17]Quraish
Shihab, Tafsir Al Misbah vol. 2, Jakarta : Lentera Hati, 2002, hal.307
[18]Ibid.
Quraish Shihab , vol. 2, hal. 311
[19]Ibid.
Abu Al Husain Ahmad, vol. 4, hal. 354
[20]Ibid.
Abu Al Husain Ahmad, vol. 2, hal. 29
Tidak ada komentar:
Posting Komentar